Kamis, 18 September 2008

Kecintaan Rosulullah SAW terhadap umatnya

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.
"Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam", kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?"
"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan.
Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.
"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia.
Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.
Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya.
.
Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.
.
"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?", tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.
.
"Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu.
"Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril.
Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
.
"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?", tanya Jibril lagi..
"Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"
.
"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah SWT berfirman kepadaku: "Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.
.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas.
Perlahan ruh Rasulullah ditarik.
Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.

"Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."
Perlahan Rasulullah mengaduh..
Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam
dan Jibril memalingkan muka.

"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?"
Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.

"Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril.

Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi.
"Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku."
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.
.
Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, ! Ali segera mendekatkan telinganya.
"Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku"
"peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu."
Diluar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan.
.
Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
"Ummatii,ummatii, ummatiii?" - "Umatku, umatku, umatku"
.
Dan, berakhirlah hidup manusia mu lia yang memberi sinaran itu.
Kini, mampukah kita mencintai sepertinya?

Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi
Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.

Rabu, 03 September 2008

GUSTI ALLAH TIDAK "NDESO"




Gusti Allah Tidak "Ndeso"Beragama yang Tidak Korupsi

Oleh: Emha Ainun Nadjib

Suatu kali Emha Ainun Nadjib ditodong pertanyaan beruntun.
"Cak Nun,"kata sang penanya,
"misalnya pada waktu bersamaan tiba-tiba sampeyan menghadapi tiga pilihan, yang harus dipilih salah satu:
pergi kemasjid untuk shalat Jumat,
mengantar pacar berenang, atau
mengantartukang becak miskin ke rumah sakit akibat tabrak lari,

mana yang sampeyan pilih?"
Cak Nun menjawab lantang, "Ya nolong orang kecelakaan."

"Tapi sampeyan kan dosa karena tidak sembahyang?" kejar si penanya.
"Ah, mosok Gusti Allah ndeso gitu," jawab Cak Nun."

Kalau saya memilih shalat Jumat, itu namanya mau masuk surga tidak ngajak-ngajak, "
katanya lagi. "
Dan lagi belum tentu Tuhan memasukkan ke surga orang yang memperlakukan sembahyang sebagai credit point pribadi.
Bagi kita yang menjumpai orang yang saat itu juga harus ditolong,
Tuhan tidak berada di mesjid,
melainkan pada diri orang yang kecelakaan itu.

Tuhan mengidentifikasikan dirinya pada sejumlah orang.
Kata Tuhan:
kalau engkau menolong orang sakit, Akulah yang sakit itu.
Kalau engkau menegur orang yang kesepian, Akulah yang kesepian itu.
Kalau engkau memberi makan orang kelaparan, Akulah yang kelaparan itu.

Seraya bertanya balik,
Emha berujar, "Kira-kira Tuhan suka yang mana dari tiga orang ini.

Pertama,
orang yang shalat lima waktu, membaca al-quran, membangun masjid, tapi korupsi uang negara.

Kedua,
orang yang tiap hari berdakwah, shalat, hapal al-quran,menganjurkan hidup sederhana, tapi dia sendiri kaya-raya, pelit, dan mengobarkan semangat permusuhan.

Ketiga,
orang yang tidak shalat, tidak membaca al-quran, tapi suka beramal, tidak korupsi, dan penuh kasih sayang?"

Kalau saya, ucap Cak Nun, memilih orang yang ketiga.

Kalau korupsi uang negara, itu namanya membangun neraka, bukan membangun masjid.
Kalau korupsi uang rakyat, itu namanya bukan membaca al-quran,tapi menginjak-injaknya. Kalau korupsi uang rakyat, itu namanya tidaksembahyang, tapi menginjak Tuhan.

Sedang orang yang suka beramal, tidak korupsi, dan penuh kasih sayang, itulah orang yang sesungguhnya sembahyang dan membaca al-quran.

Kriteria kesalehan seseorang tidak hanya diukur lewat shalatnya.

Standar kesalehan seseorang tidak melulu dilihat dari
banyaknya dia hadir di kebaktian atau misa.

Tolok ukur kesalehan, hakikatnya adalah output sosialnya:
kasih sayang sosial,
sikap demokratis,
cinta kasih,
kemesraan dengan orang lain,
memberi,
membantu sesama.

Idealnya, orang beragama itu seharusnya memang mesti:
shalat, misa,atau ikut kebaktian, t
etapi juga tidak korupsi dan memiliki perilaku yang santun dan berkasih sayang.

Agama adalah akhlak.
Agama adalah perilaku.
Agama adalah sikap.

Semua agama tentu mengajarkan:
kesantunan,
belas kasih, dan
cinta kasih sesama.

Bila kita cuma puasa, shalat, baca al-quran, pergi kebaktian, misa, datang ke pura,
menurut saya, kita belum layak disebut orang yang beragama.

Tetapi, bila saat bersamaan kita tidak mencuri uang negara, menyantuni fakir miskin, memberi makan anak-anak terlantar, hidup bersih, maka itulah orang beragama.

Ukuran keberagamaan seseorang sesungguhnya bukan dari kesalehan personalnya, melainkan diukur dari kesalehan sosialnya.

Bukan kesalehan pribadi, tapi kesalehan sosial.
Orang beragama adalah orang yang bisa menggembirakan tetangganya.
Orang beragama ialah orang yangmenghormati orang lain, meski beda agama.

Orang yang punya solidaritas dan keprihatinan sosial pada kaum mustadh'afin (kaum tertindas). Juga tidak korupsi dan tidak mengambil yang bukan haknya.
Karena itu, orang beragama mestinya memunculkan sikap dan jiwa sosial tinggi.

Bukan orang-orang yang meratakan dahinya ke lantai masjid, sementara beberapa meter darinya, orang-orang miskin meronta kelaparan.

Ekstrinsik VS Intrinsik
Dalam sebuah hadis diceritakan,
suatu ketika Nabi Muhammad SAW mendengar berita perihal seorang yang shalat di malam hari dan puasa di siang hari, tetapi menyakiti tetangganya dengan lisannya.

Nabi Muhammad SAW menjawab singkat, "Ia di neraka."

Hadis ini memperlihatkan kepada kita bahwa ibadah ritual saja belum cukup.
Ibadah ritual mesti dibarengi ibadah sosial. Pelaksanaan ibadah ritual yang tulus harus melahirkan kepedulian pada lingkungan sosial. Hadis di atas juga ingin mengatakan, agama jangan dipakai sebagai tameng memperoleh kedudukan dan citra baik di hadapan orang lain.

Hal ini sejalan dengan definisi keberagamaan dari Gordon W Allport.
Allport, psikolog, membagi dua macam cara beragama: ekstrinsik dan intrinsik.
Yang ekstrinsik memandang agama sebagai sesuatu yang dapat dimanfaatkan.

Agama dimanfaatkan demikian rupa agar dia memperoleh status darinya.
Ia puasa, misa, kebaktian, atau membaca kitab suci, bukan untuk meraih keberkahan Tuhan, melainkan supaya orang lain menghargai dirinya.

Dia beragama demi status dan harga diri.
Ajaran agama tidak menghujam kedalam dirinya.
Yang kedua, yang intrinsik, adalah cara beragama yang memasukkan nilai-nilai agama ke dalam dirinya.
Nilai dan ajaran agama terhujam jauh ke dalam jiwa penganutnya.
Adanya internalisasi nilai spiritual keagamaan.
Ibadah ritual bukan hanya praktik tanpa makna.
Semua ibadah itu memiliki pengaruh dalam sikapnya sehari-hari.
Baginya, agama adalah penghayatan batin kepada Tuhan.

Cara beragama yang intrinsiklah yang mampu menciptakan lingkungan yang bersih dan penuh kasih sayang.
Keberagamaan ekstrinsik, cara beragama yang tidak tulus, melahirkan egoisme.

Egoisme bertanggungjawab atas kegagalan manusia mencari kebahagiaan, kata Leo Tolstoy.
Kebahagiaan tidak terletak pada kesenangan diri sendiri.
Kebahagiaan terletak pada kebersamaan.

Sebaliknya, cara beragama yang intrinsik menciptakan kebersamaan.
Karena itu, menciptakan kebahagiaan dalam diri penganutnya dan lingkungan sosialnya.
Ada penghayatan terhadap pelaksanaan ritual-ritual agama.

Cara beragama yang ekstrinsik menjadikan agama sebagai alat politis dan ekonomis.

Sebuah sikap beragama yang memunculkan sikap hipokrit;kemunafikan.

Syaikh Al Ghazali dan Sayid Quthb pernah berkata, kita ribut tentang bid'ah dalam shalat dan haji, tetapi dengan tenang melakukan bid'ah dalam urusan ekonomi dan politik.

Kita puasa tetapi dengan tenang melakukan korupsi.
Juga kekerasan, pencurian, danpenindasan.

Indonesia, sebuah negeri yang katanya agamis, merupakan negara penuh pertikaian.

Majalah Newsweek edisi 9 Juli 2001 mencatat, Indonesia dengan 17.000 pulau ini menyimpan 1.000 titik api yang sewaktu-waktu siap menyala.

Bila tidak dikelola, dengan mudah beralih menjadi bentuk kekerasan yang memakan korban. Peringatan Newsweek lima tahun lalu itu, rupanya mulai memperlihatkan kebenaran.

Poso, Maluku, Papua Barat, Aceh menjadi contohnya.

Ironis. Jalaluddin Rakhmat, dalam Islam Alternatif , menulis betapa banyak umat Islam disibukkan dengan urusan ibadah mahdhah (ritual), tetapi mengabaikan kemiskinan, kebodohan, penyakit, kelaparan, kesengsaraan,dan kesulitan hidup yang diderita saudara-saudara mereka.

Betapa banyak orang kaya Islam yang dengan khusuk meratakan dahinya di atas sajadah, sementara di sekitarnya tubuh-tubuh layu digerogoti penyakitdan kekurangan gizi.

Kita kerap melihat jutaan uang dihabiskan untuk upacara-upacara keagamaan, di saat ribuan anak di sudut-sudut negeri ini tidak dapat melanjutkan sekolah.

Jutaan uang dihamburkan untuk membangun rumah ibadah yang megah, di saat ribuan orang tua masih harus menanggung beban mencari sesuap nasi.

Jutaan uang dipakai untuk naik haji berulang kali, di saat ribuan orang sakit menggelepar menunggu maut karena tidak dapat membayar biaya rumah sakit.

Secara ekstrinsik mereka beragama, tetapi secara intrinsik tidak beragama.

(Sumber: Jalal Center)

Minggu, 06 Juli 2008

Puasa Bulan Rajab

Dear All, Semoga kita dapat melaksanakannya pada bulan ini....
Puasa Bulan Rajab.
Assalamu'alaikum Wr..Wb..
Sahabat-sahabat yang dirahmati Allah SWT .
Bismillaahirahmanir rohiim.
Wahai Saudara-saudaraku yang budiman,
Pada hari Jumat, 4 Juli 2008 kita memasuki bulan Rajab.
Bulan Rajab adalah bulannya Allah.
Mari kita simak ada apa di balikbulan Rajab itu.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda,
"Ketahuilah bahwa bulan Rajab itu adalah bulan ALLAH, maka:
* Barang siapa yang berpuasa satu hari dalam bulan ini dengan ikhlas,maka pasti ia mendapat keridhaan yang besar dari ALLAH SWT;
*Dan barang siapa berpuasa pada tgl 27 Rajab/Isra Mi'raj akan mendapat pahala seperti 5 tahun berpuasa;
* Barang siapa yang berpuasa dua hari di bulan Rajab akan mendapat kemuliaan di sisi ALLAH SWT;
* Barang siapa yang berpuasa tiga hari yaitu pada tgl 1, 2, dan 3 Rajab (4,5,6 Juli 2008 ) maka ALLAH akan memberikan pahala seperti 900 tahun berpuasa dan menyelamatkannya dari bahaya dunia, dan siksa akhirat;
* Barang siapa berpuasa lima hari dalam bulan ini, insyaallah permintaannya akan dikabulkan;
* Barang siapa berpuasa tujuh hari dalam bulan ini, maka ditutupkan tujuh pintu neraka Jahanam dan barang siapa berpuasa delapan hari maka akan dibukakan delapan pintu syurga;
* Barang siapa berpuasa lima belas hari dalam bulan ini, maka ALLAH akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan menggantikan kesemua kejahatannya dengan kebaikan, dan barang siapa yang menambah (hari-hari puasa)maka ALLAH akan menambahkan pahalanya.
"Sabda Rasulullah SAW lagi :
"Pada malam Mi'raj, saya melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis dari madu, lebih sejuk dari air batu dan lebih harum dari minyak wangi,
lalu saya bertanya pada Jibril a.s.:
"Wahai Jibril untuk siapakan sungai ini ?"
Maka berkata Jibrilb a.s.: "Ya Muhammad sungai ini adalah untuk orang yang membaca salawat untuk engkau dibulan Rajab ini".
Dalam sebuah riwayat Tsauban bercerita :"Ketika kami berjalan bersama-sama Rasulullah SAW ke sebuah kubur, lalu Rasulullah berhenti dan beliau menangis dengan amat sedih, kemudian beliau berdoa kepada ALLAH SWT.
Lalu saya bertanya kepada beliau:"Ya Rasulullahmengapakah engkau menangis?"
Lalu beliau bersabda :"Wahai Tsauban,mereka itu sedang disiksa dalam kubur nya, dan saya berdoa kepada ALLAH, lalu ALLAH meringankan siksa atas mereka".
Sabda beliau lagi: "Wahai Tsauban, kalaulah sekiranya mereka ini mau berpuasa satu hari dan beribadah satu malam saja di bulan Rajab niscaya mereka tidak akan disiksa di dalam kubur."
Tsauban bertanya:
"Ya Rasulullah,apakah hanya berpuasa satu hari danberibadah satu malam dalam bulan Rajab sudah dapat mengelakkan dari siksakubur?"
Sabda beliau: "Wahai Tsauban, demi ALLAH Zat yang telah mengutus saya sebagai nabi, tiada seorang muslim lelaki dan perempuan yang berpuasa satu hari dan mengerjakan sholat malam sekali dalam bulan Rajab dengan niat karena ALLAH, kecuali ALLAH mencatatkan baginya seperti berpuasa satu tahun dan mengerjakan sholat malam satu tahun.
"Sabda beliau lagi:
"Sesungguhnya Rajab adalah bulan ALLAH,
Sya'ban Adalahbulan aku
dan bulan Ramadhan adalah bulan umatku".
"Semua manusia akan beradadalam keadaan lapar pada hari kiamat, kecuali para nabi,keluarga nabi
dan orang-orang yang berpuasa pada bulan Rajab,Sya'ban dan bulan Ramadhan.
Maka sesungguhnya mereka kenyang, serta tidak akan merasa lapar dan haus bagi mereka."
Wassalamu'alaikum wr.wb

Minggu, 01 Juni 2008

Khutbah Rasulullah SAW dalam menyambut Bulan Suci Ramadhan

Diriwayatkan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib Alaihima Al-Salam,

bahwasanya suatu hari Rasulallah saw berpidato di hadapan kami ketika menjelang datangnya Bulan Suci Ramadhon:

Beliau berkata:

Wahai Manusia:
"Sesungguhnya telah datang kepada kalian "Bulan Allah" yang penuh berkah, rahmat dan maghfirah, yaitu bulan yang disisi Allah lebih mulia dari bulan-bulan lainnya.
Hari-harinya pun lebih utama dari pada hari-hari (di bulan) lainnya.
Malam-malamnya lebih mulia dari malam-malam biasa.
Detik-detiknya pun lebih utama dari detik-detik di bulan lainnya.
Dimana, pada-masa-masa itu, kalian diundang kedalam sajian dan jamuan Ilahi dan kalian dijadikan tamu istimewa dihadapan-Nya.
Nafas-nafas yang kalian hembuskan (di Bulan ini) sama dengan ucapan 'Tasbih', tidur yang kalian lakukan adalah Ibadah, amal-amal kalian akan diterima disisin-Nya, doa-doa yang kalian panjatkan akan di kabulkan oleh-Nya.
Maka, mintalah pada Tuhan kalian dengan penuh ketulusan niat serta kesucian hati agar dianugerahkan 'Kesuksesan dalam menjalankan Ibadah Puasa dibulan ini', dan juga dalam 'Membaca Kitab Suci Al-Quran'.
Sungguh hanya orang yang sangat 'Celaka dan Durjana' sajalah (ketika Bulan yang mulia ini berlalu) sedangkan dia tidak mendapat 'Ampunan Tuhannya'.

Ingatlah ketika kalian lapar dan dahaga tentang bagaimana lapar dan dahaganya (kelak) di hari Pembalasan.
Perbanyaklah kalian bersedekah pada Fakir Miskin di antara kalian.
Hormatilah orang-orang Tua diantara kalian.
Sayangilah anak-anak yang lebih muda.
Sambunglah tali 'Silaturrahmi" .
Jagalah Lidah-lidah kalian dari ketergelinciran.
Palingkanlah penglihatan kalian dari apa-apa yang di'Haramkan' untuk di lihat.
Juga bagi yang tak patut di dengar oleh Telinga-telinga kalian.
Berbelas kasihlah pada anak-anak Yatim orang lain, agar anak-anak yatim kalian (kelak) mendapat perlakuan yang sama dari orang.
Bertaubatlah kalian dari dosa yang kalian pernah perbuat.
Angkatlah kedua tangan kalian sambil memunajatkan Doa-doa di setiap shalat-shalat kalian.

Karena, pada saat-saat seperti itu, Allah SWT akan senantiasa melimpahkan 'Cucuran Rahmat pada hamba-hamba- Nya.
Dia Allah akan menjawab ketika di minta, menyambut ketika diseru, dan akan mengkabulkan permohonan ketika hamba-hamba- Nya berdoa.

Wahai Manusia:
Sesungguhnya jiwa-jiwa kalian 'Tergadai' oleh amal perbuatan kalian.
Maka lepaskanlah belenggu itu dengan 'Istighfar-istighfar' kalian.
Pundak-pundak kalian telah berat menanggung 'Beban' (dosa-dosa).
Maka ringankanlah beban tersebut dengan memperlama 'Sujud-sujud' (di setiap salat) kalian.

Ketahuilah Wahai Manusia:
'Sesungguhnya Allah Yang Maha Tinggi telah bersumpah 'Demi Keagungan dan Kebesaran-Nya" bahwa Dia tidak akan menyiksa (dihari pembalasan kelak) hamba-hamba- Nya yang senantiasa melaksanakan salat dan bersujud kepada-Nya.

Dan pula si hamba, tidak akan dibayang-bayangi rasa ketakutan pada Api Neraka ketika semua manusia menghadap memenuhi panggilan-Nya' .

Wahai Manusia:'Barang siapa diantara kalian memberi makanan (menjamu) seorang Mukmin (yang hendak berbuka puasa) di bulan suci ini, maka pahalanya sama dengan memerdekakan seorang Budak serta akan mendapatkan 'Pemutihan' dari dosa-dosa yang pernah dia lakukan'.

Salah seorang yang hadir kala itu berkata:
'Wahai Rasulallah, tidak semua dari kami mampu melakukan hal seperti ini (dalam menjamu bagi yang akan berbuka puasa).

Rasulallah menjawab: "Bebaskanlah dirimu dari Api Neraka walaupun dengan 'Seteguk Air', selamatkanlah jiwamu dari Api Neraka walaupun dengan 'Sebiji Kurma' (yang dimaksud ialah 'Walaupun dengan jamuan sangat sederhana'-Pent) .

Karena sesungguhnya Allah SWT akan menganugerahkan 'Pahala' ini pada hamba-hamba- Nya yang tidak mampu berbuat banyak lebih dari itu".

Wahai Manusia:
'Barang siapa diantara kalian yang 'Berbudi pekerti luhur' di bulan ini, niscaya dia akan sangat mudah melintasi Shiratol Mustaqim, dimana pada saat-saat seperti itu, semua 'Kaki' akan mudah tergelincir di atasnya.

Barang siapa yang meringankan tugas seorang hamba (seperti pembantu rumah tangganya-Pent) di bulan ini, niscaya Allah akan meringankan pula dosa-dosa dalam timbangan hitungan amalnya.
Barang siapa yang menahan diri dari 'Perbuatan jahat' pada orang lain di bulan ini, niscaya Allah akan menahan 'Amarah Murka-Nya' disaat si hamba berhadapan dengan-Nya.
Barang siapa 'Memuliakan' (menyantuni) anak Yatim di bulan ini, maka Allah akan memuliakannya tatkala si hamba berhadapan dengan-Nya.
Barang siapa 'Menyambung tali persaudaraan' dengan bersilaturrahmi dibulan ini, niscaya Allah akan mencucurkan Rahmat-Nya pada saat sihamba berhadapan dengan-Nya. Barang siapa 'Memutuskan tali persaudaraan' di bulan ini, niscaya Allah akan memutuskan 'Limpahan' Rahmat-Nya ketika si hamba berhadapan dengan-Nya.
Barang siapa yang mengisi hari dan malamnya dengan 'Salat-salat Sunnah', maka Allah akan mencegah dia dari 'Jilatan Api Neraka'.
Barang siapa menunaikan satu Ibadah Fardhu (wajib) di bulan ini, maka pahalanya akan sama dengan dia menunaikan 70 (Tujuh puluh) Ibadah Fardhu di bulan lainnya.
Barang siapa yang memperbanyak 'Bersholawat' padaku di bulan ini, niscaya Allah akan memperberat timbangan amal (baik) nya, pada saat dimana neraca-neraca (amal baik) menjadi ringan.
Barang siapa yang membaca 'Satu ayat' dari Al-Quran di bulan ini, maka pahalanya akan sama dengan dia menghatamkan Al-Quran di bulan yang lain'.

Wahai Manusia:
'Sesungguhnya di bulan ini 'Pintu-pintu' Surga di buka, oleh karena itu mintalah kalian pada Allah agar tidak menutupnya untuk kalian kelak.

Pintu-pintu Neraka di bulan ini di tutup, maka mohonlah pada Tuhan kalian agar tidak membukanya untuk kalian kelak.
Setan-setan di bulan ini 'Di belenggu', maka mintalah pada Tuhan kalian agar jangan diberikan kesempatan padanya hingga dapat menguasai Jiwa-jiwa kalian.

Lalu, sayyidina Ali kw berdiri dan bertanya:
'Wahai Rasulallah, apakah amal yang paling 'Mulia dan Afdhol' di bulan ini?

Rasulallah menjawab: 'Menjaga diri dari perkara-perkara yang di haramkan oleh Allah'Nasalukum Al-Du'a

Memahami Al Qur'an

Seseorang datang menemui Imam Jafar as Shadiq dan berkata,
"Aku telah mengamalkan dua perkara berdasarkan dua ayat yang terdapat di dalam Alquran, akan tetapi aku tidak mendapat hasilnya !"

Imam Jafar As-Shadiq bertanya, "Dua ayat yang mana ?

"Orang tersebut menjawab,
"Ayat pertama berbunyi, 'Berdoalah kepadaku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.' (QS: Al-Mukmin:60) .
Dan ayat kedua berbunyi, 'Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya, dan Dia lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya' . (QS. As-Saba':39) .

Aku berdoa, tapi tidak dikabulkan.
Dan aku telah mengeluarkan infak, tapi aku tidak melihat gantinya !".

Imam Jafar Ash-shadiq berujar, "Apa engkau berfikir Allah SWT akan mengingkari janji-Nya ?"

Orang tersebut menjawab, "Tidak"

Kemudian Imam Jafar melanjutkan pertanyaannya dan berkata, "Lantas, apa yang menyebabkan doamu tidak terkabul ?".
Orang tersebut menjawab, "Aku tidak tahu"

Imam Jafar berkata,"Aku akan memberi tahukannya kepadamu.

Allah SWT ketika memerintahkan seseorang untuk berdoa dan orang tersebut menaati perintah-Nya serta menjaga sisi-sisi doa, maka doanya akan terkabulkan.

"Orang tersebut bertanya, "Apakah sisi-sisi dan syarat-syaratnya ?"
Imam berkata,
"Pertama-tama, hendaklah engkau memuja dan memuji Allah SWT serta mengingat segala nikmat-Nya.
Kemudian, bersyukurlah.
Selanjutnya bershalawatlah kepada Rasulullah SAW.
Lalu, ingatlah segala dosamu dan berjanjilah kepada Allah untuk meminta perlindungan dan berpaling kepada Allah dari dosa-dosa tersebut.

Adapun berkenaan dengan ayat kedua, apakah engkau berfikir bahwa Allah SWT akan mengingkari janji-Nya ?"
Orang tersebut berkata, "Tidak".

Kemudian Imam mengatakan, "Lantas, mengapa infakmu belum atau tidak diganti (oleh-Nya)? "Orang tersebut berkata, "Aku tidak tahu"

Imam menuturkan, "Jika seseorang di antara kalian memperoleh harta dengan cara yang halal dan menginfakkannya di jalan yang halal pula, maka tidak ada sepeser dirham pun yang ia keluarkan kecuali Allah SWT akan menggantinya. "

Subhanallah

Pidato Presiden Venezuele, Hugo Chavez






Transcript of Venezuelan President Chavez' 9/20 speech to the United Nations




Representatives of the governments of the world, good morning to all of you.




First of all, I would like to invite you, very respectfully, to those who have not read this book, to read it.


Noam Chomsky, one of the most prestigious American and world intellectuals, Noam Chomsky, and this is one of his most recent books,




"Hegemony or Survival: The Imperialist Strategy of the United States." [Holds up book, waves it in front of General Assembly.] http://www.vheadlin%20e.com/readnews.%20asp?id=67379




It's an excellent book to help us understand what has been happening in the world throughout the 20th century, and what's happening now, and the greatest threat looming over our planet.




The hegemonic pretensions of the American empire are placing at risk the very survival of the human species.


We continue to warn you about this danger and we appeal to the people of the United States and the world to halt this threat, which is like a sword hanging over our heads.


I had considered reading from this book, but, for the sake of time [flips through the pages, which are numerous] I will just leave it as a recommendation.




It reads easily, it is a very good book, I'm sure Madame [President] you are familiar with it.




It appears in English, in Russian, in Arabic, in German.


I think that the first people who should read this book are our brothers and sisters in the United States, because their threat is right in their own house.


The devil is right at home. The devil, the devil himself, is right in the house.


And the devil came here yesterday.




Yesterday the devil came here. Right here. [crosses himself]


And it smells of sulfur still today.


Yesterday, ladies and gentlemen, from this rostrum, the president of the United States, the gentleman to whom I refer as the devil, came here, talking as if he owned the world.




Truly. As the owner of the world.


I think we could call a psychiatrist to analyze yesterday's statement made by the president of the United States.




As the spokesman of imperialism, he came to share his nostrums, to try to preserve the current pattern of domination, exploitation and pillage of the peoples of the world.




An Alfred Hitchcock movie could use it as a scenario.




I would even propose a title: "The Devil's Recipe."


As Chomsky says here, clearly and in depth, the American empire is doing all it can to consolidate its system of domination.




And we cannot allow them to do that.


We cannot allow world dictatorship to be consolidated.




The world parent's statement -- cynical, hypocritical, full of this imperial hypocrisy from the need they have to control everything.


They say they want to impose a democratic model.


But that's their democratic model.


It's the false democracy of elites, and, I would say, a very original democracy that's imposed by weapons and bombs and firing weapons.




What a strange democracy.


Aristotle might not recognize it or others who are at the root of democracy.


What type of democracy do you impose with marines and bombs?




The president of the United States, yesterday, said to us, right here, in this room, and I'm quoting, "Anywhere you look, you hear extremists telling you can escape from poverty and recover your dignity through violence, terror and martyrdom."




Wherever he looks, he sees extremists. And you, my brother -- he looks at your color, and he says, oh, there's an extremist.




Evo Morales, the worthy president of Bolivia, looks like an extremist to him.


The imperialists see extremists everywhere.


It's not that we are extremists.


It's that the world is waking up.


It's waking up all over.


And people are standing up.


I have the feeling, dear world dictator, that you are going to live the rest of your days as a nightmare because the rest of us are standing up, all those who are rising up against American imperialism, who are shouting for equality, for respect, for the sovereignty of nations.




Yes, you can call us extremists, but we are rising up against the empire, against the model of domination.


The president then -- and this he said himself,


he said: "I have come to speak directly to the populations in the Middle East, to tell them that my country wants peace."




That's true. If we walk in the streets of the Bronx, if we walk around New York, Washington, San Diego, in any city, San Antonio, San Francisco, and we ask individuals, the citizens of the United States, what does this country want?


Does it want peace? They'll say yes.


But the government doesn't want peace.


The government of the United States doesn't want peace.


It wants to exploit its system of exploitation, of pillage, of hegemony through war.


It wants peace.




But what's happening in Iraq?


What happened in Lebanon?


In Palestine? What's happening?




What's happened over the last 100 years in Latin America and in the world?


And now threatening Venezuela -- new threats against Venezuela, against Iran?


He spoke to the people of Lebanon.




Many of you, he said, have seen how your homes and communities were caught in the crossfire.


How cynical can you get?


What a capacity to lie shamefacedly.


The bombs in Beirut with millimetric precision? This is crossfire?




He's thinking of a western, when people would shoot from the hip and somebody would be caught in the crossfire.


This is imperialist, fascist, assassin, genocidal, the empire and Israel firing on the people of Palestine and Lebanon.




That is what happened.


And now we hear, "We're suffering because we see homes destroyed.'




The president of the United States came to talk to the peoples -- to the peoples of the world. He came to say -- I brought some documents with me, because this morning I was reading some statements, and I see that he talked to the people of Afghanistan, the people of Lebanon, the people of Iran.




And he addressed all these peoples directly.


And you can wonder, just as the president of the United States addresses those peoples of the world, what would those peoples of the world tell him if they were given the floor?




What would they have to say?


And I think I have some inkling of what the peoples of the south, the oppressed people think. They would say, "Yankee imperialist, go home."




I think that is what those people would say if they were given the microphone and if they could speak with one voice to the American imperialists.


And that is why, Madam President, my colleagues, my friends, last year we came here to this same hall as we have been doing for the past eight years, and we said something that has now been confirmed -- fully, fully confirmed.




I don't think anybody in this room could defend the system.


Let's accept -- let's be honest.




The UN system, born after the Second World War, collapsed.


It's worthless.


Oh, yes, it's good to bring us together once a year, see each other, make statements and prepare all kinds of long documents, and listen to good speeches, like Abel's yesterday, or President Mullah's.


Yes, it's good for that.


And there are a lot of speeches, and we've heard lots from the president of Sri Lanka, for instance, and the president of Chile.


But we, the assembly, have been turned into a merely deliberative organ.


We have no power, no power to make any impact on the terrible situation in the world.


And that is why Venezuela once again proposes, here, today, 20 September, that we re-establish the United Nations.


Last year, Madam, we made four modest proposals that we felt to be crucially important.


We have to assume the responsibility our heads of state, our ambassadors, our representatives, and we have to discuss it.




The first is expansion, and Mullah talked about this yesterday right here.


The Security Council, both as it has permanent and non-permanent categories, (inaudible) developing countries and LDCs must be given access as new permanent members.




That's step one.


Second, effective methods to address and resolve world conflicts, transparent decisions.


Point three, the immediate suppression -- and that is something everyone's calling for -- of the anti-democratic mechanism known as the veto, the veto on decisions of the Security Council.




Let me give you a recent example.


The immoral veto of the United States allowed the Israelis, with impunity, to destroy Lebanon.


Right in front of all of us as we stood there watching, a resolution in the council was prevented. Fourthly, we have to strengthen, as we've always said, the role and the powers of the secretary general of the United Nations.




Yesterday, the secretary general practically gave us his speech of farewell.


And he recognized that over the last 10 years, things have just gotten more complicated; hunger, poverty, violence, human rights violations have just worsened.


That is the tremendous consequence of the collapse of the United Nations system and American hegemonistic pretensions.




Madam, Venezuela a few years ago decided to wage this battle within the United Nations by recognizing the United Nations, as members of it that we are, and lending it our voice, our thinking.


Our voice is an independent voice to represent the dignity and the search for peace and the reformulation of the international system; to denounce persecution and aggression of hegemonistic forces on the planet.




This is how Venezuela has presented itself.


Bolivar's home has sought a nonpermanent seat on the Security Council.


Let's see. Well, there's been an open attack by the US government, an immoral attack, to try and prevent Venezuela from being freely elected to a post in the Security Council.




The imperium is afraid of truth, is afraid of independent voices.


It calls us extremists, but they are the extremists.


And I would like to thank all the countries that have kindly announced their support for Venezuela, even though the ballot is a secret one and there's no need to announce things.


But since the imperium has attacked, openly, they strengthened the convictions of many countries.


And their support strengthens us.




Mercosur, as a bloc, has expressed its support, our brothers in Mercosur. Venezuela, with Brazil, Argentina, Paraguay, Uruguay, is a full member of Mercosur.


And many other Latin American countries, CARICOM, Bolivia have expressed their support for Venezuela.


The Arab League, the full Arab League has voiced its support.


And I am immensely grateful to the Arab world, to our Arab brothers, our Caribbean brothers, the African Union.


Almost all of Africa has expressed its support for Venezuela and countries such as Russia or China and many others.




I thank you all warmly on behalf of Venezuela, on behalf of our people, and on behalf of the truth, because Venezuela, with a seat on the Security Council, will be expressing not only Venezuela's thoughts, but it will also be the voice of all the peoples of the world, and we will defend dignity and truth.


Over and above all of this, Madam President, I think there are reasons to be optimistic.




A poet would have said "helplessly optimistic," because over and above the wars and the bombs and the aggressive and the preventive war and the destruction of entire peoples, one can see that a new era is dawning.




As Sylvia Rodriguez says, the era is giving birth to a heart.


There are alternative ways of thinking.


There are young people who think differently.


And this has already been seen within the space of a mere decade.


It was shown that the end of history was a totally false assumption, and the same was shown about Pax Americana and the establishment of the capitalist neo-liberal world.




It has been shown, this system, to generate mere poverty.


Who believes in it now?


What we now have to do is define the future of the world.


Dawn is breaking out all over.


You can see it in Africa and Europe and Latin America and Oceanea.


I want to emphasize that optimistic vision.


We have to strengthen ourselves, our will to do battle, our awareness.


We have to build a new and better world.


Venezuela joins that struggle, and that's why we are threatened.


The US has already planned, financed and set in motion a coup in Venezuela, and it continues to support coup attempts in Venezuela and elsewhere.




President Michelle Bachelet reminded us just a moment ago of the horrendous assassination of the former foreign minister, Orlando Letelier.




And I would just add one thing: Those who perpetrated this crime are free.


And that other event where an American citizen also died were American themselves.




They were CIA killers, terrorists.


And we must recall in this room that in just a few days there will be another anniversary.


Thirty years will have passed from this other horrendous terrorist attack on the Cuban plane, where 73 innocents died, a Cubana de Aviacion airliner.




And where is the biggest terrorist of this continent who took the responsibility for blowing up the plane? He spent a few years in jail in Venezuela.




Thanks to CIA and then government officials, he was allowed to escape, and he lives here in this country, protected by the government.


And he was convicted. He has confessed to his crime.


But the U.S. government has double standards.


It protects terrorism when it wants to.


And this is to say that Venezuela is fully committed to combating terrorism and violence. And we are one of the people who are fighting for peace.


Luis Posada Carriles is the name of that terrorist who is protected here.


And other tremendously corrupt people who escaped from Venezuela are also living here under protection: a group that bombed various embassies, that assassinated people during the coup.


They kidnapped me and they were going to kill me, but I think God reached down and our people came out into the streets and the army was too, and so I'm here today.


But these people who led that coup are here today in this country protected by the American government. And I accuse the American government of protecting terrorists and of having a completely cynical discourse.


We mentioned Cuba. Yes, we were just there a few days ago.


We just came from there happily. And there you see another era born.




The Summit of the 15, the Summit of the Nonaligned, adopted a historic resolution.


This is the outcome document.




Don't worry, I'm not going to read it.


But you have a whole set of resolutions here that were adopted after open debate in a transparent matter -- more than 50 heads of state.




Havana was the capital of the south for a few weeks, and we have now launched, once again, the group of the nonaligned with new momentum.


And if there is anything I could ask all of you here, my companions, my brothers and sisters, it is to please lend your good will to lend momentum to the Nonaligned Movement for the birth of the new era, to prevent hegemony and prevent further advances of imperialism.




And as you know, Fidel Castro is the president of the nonaligned for the next three years, and we can trust him to lead the charge very efficiently.




Unfortunately they thought, "Oh, Fidel was going to die."


But they're going to be disappointed because he didn't.


And he's not only alive, he's back in his green fatigues, and he's now presiding the nonaligned. So, my dear colleagues, Madam President, a new, strong movement has been born, a movement of the south. We are men and women of the south.




With this document, with these ideas, with these criticisms, I'm now closing my file. I'm taking the book with me. And, don't forget,


I'm recommending it very warmly and very humbly to all of you.


We want ideas to save our planet, to save the planet from the imperialist threat.


And hopefully in this very century, in not too long a time, we will see this, we will see this new era, and for our children and our grandchildren a world of peace based on the fundamental principles of the United Nations, but a renewed United Nations.


And maybe we have to change location.


Maybe we have to put the United Nations somewhere else; maybe a city of the south.


We've proposed Venezuela. You know that my personal doctor had to stay in the plane.


The chief of security had to be left in a locked plane. Neither of these gentlemen was allowed to arrive and attend the U.N. meeting.


This is another abuse and another abuse of power on the part of the Devil.


It smells of sulfur here, but God is with us and I embrace you all.


May God bless us all. Good day to you.

Hakekat dan Makna SHOLAT

Pengantar

Saya tulis rangkaian tulisan sederhana ini untuk beberapa tujuan :

Pertama, untuk diri saya sendiri.

Umur saya hampir setengah abad saat ini.
Tapi, kenikmatan dan penghayatan shalat, saya memohon ampun kepada Allah, belum benar-benar saya rasakan.

Terkadang, meski rasanya saya tak pernah meragukan kewajiban melakukan shalat dan kebijaksanan Zat yang mewajibkan syari'at ini, saya bahkan bertanya-tanya : kenapa shalat demikian ditekankan dalam ajaran Islam dibanding dengan penanaman dan praktik akhlak mulia, atau aktivitas-aktivitas konkret melakukan perbaikan dan membantu orang lain di berbagai bidang kehidupan?

Kedua, saya mendapati sekelompok Muslim, termasuk di negeri kita, yang mulai kehilangan keyakinan kepada shalat sebagai suatu unsur penting dari keislaman seseorang.

Orang-orang yang menyebut diri mereka liberal ini, sampai-sampai sejauh mempromosikan semacam fideisme Islam.

Yakni, beragama, dalam hal ini ber-Islam, sebatas keimanan personal - dan rasional -- tanpa ritual-ritual.

Ketiga, saya juga mendapati, di tengah kegairahan orang kota untuk bertasawuf dan mengikuti berbagi paguyuban tarikat, ada kecenderungan untuk menekankan spiritualitas tanpa ritus.

Mereka, sebagaimana yang dituduhkan oleh sebagian orang yang anti tasawuf, merasa telah lebih mementingkan hakikat (hubungan manusia dengan Allah) daripada syari'at (kewajiban-kewajiba n ritual) - seolah-olah hakikat sedemikian dapat dicapai tanpa syari'at. (Dan seolah-olah para sufi besar yang menjadi panutan berbagai tarikat itu tak mementingkan syari'at, khususnya shalat).

Nah, saya mendapati cara yang paling efektif untuk merespon ketiga hal di atas adalah dengan menyajikan suatu rangkaian tulisan yang dapat menjelaskan hakikat dan makna shalat yang sebenarnya, lebih dari sekadar memahaminya dengan pemahaman superfisial biasa.

Yakni pemahaman yang, meski sepenuhnya bersandar pada Al-Qur'an dan Sunnah,
bersifat rasional, intelektual, dan spiritual.

Dari sini, terbayanglah dalam pikiran saya bahwa buku ini, selain mengungkapkan penafsiran yang lebih menukik terhadap ritus shalat, juga menyajikan pandangan para sufi atau 'arif (gnostik, ahli pengetahuan ruhani atau batin) yang tak bisa dibantah kedalaman perenungan mereka.

Penyajian pandangan kaum sufi atau 'arif ini sekaligus dapat merespon sedikitnya dua masalah yang saya sebutkan di awal tulisan ini.
Yakni, memuasi keperluan personal saya, mengingat saya adalah peminat dan pengagum pemikiran para sufi seperti ini, dan mengingat para pengikut tarikat tersebut di atas tak akan dapat mengelak dari menghormati pandangan para tokoh ini (kecuali kalau mereka merasa lebih bijak dari para sufi itu)..

Saya menyisipkan pula pandangan Ibn Sina yang, meski seorang filosof yang rasional, dikenal pula dengan kecenderungan sufistik atau 'irfaninya.

Dengan mengungkapkan pemahaman seperti ini diharapkan, bukan saja kita akan dapat menangkap dengan lebih baik hakikat dan makna shalat, kita dapat juga menginternalisasika n perenungan kaum sufi dan 'arif tersebut di dalam diri kita agar kita benar-benar dapat mengalami pertemnuan dengan Allah Swt' lewat ibadah yang satu ini.

Karena, bukankah pertemuan dengan Allah inilah yang menjadi tujuan puncak pelaksanan shalat, dan juga puncak dari upaya mujahadah kaum sufi dan 'arif ini.

Saya sendiri, ketika menuliskanya, merasa menambatkan tambatan yang kuat, dalam pemikiran dan pandangan kaum sufi ini, bagi upaya untuk dapat melakukan shalat dengan khusyuk atau dengan kehadiran hati, mengingat - seperti akan dibahs di dalam salah satu tulisan, merupakan syarat bagi shalat yang sesungguhnya.

Namun, jika boleh, baiklah saya sampaikan di sini sedikit peringatan - saya enggan untuk menyebutnya nasihat - yang saya petik dari pengalaman saya sendiri.

Betapapun secara mental dan spiritual kita telah mampu sedikit banyak memahami hakikat dan nilai salat, tetap saja suatu disiplin yang kuat diperlukan untuk ini.
Karena, di samping kemampuan pikiran dan ruhani kita untuk mensugesti tindakan, ada juga kekuatan lain - biasa disebut sebagai dorongan keburukan atau bisikan setan - yang akan menghalang-halangi sugesti itu untuk terwujud dalam kenyataan.

Disiplin inilah yang perlu terus diasah dan dilatih agar pada akhirnya jiwa kita benar-benar dapat menaklukkan kecenderungan untuk tidak menjalankan ajaran dari Sang Maha Bijak ini. Inilah yang dalam tasawuf, disebut sebagai riyadhah atau tarbiyah nafsiyah (latihan atau pendidikan kejiwaan).

Mudah-mudahan, dengan pemahaman yang benar, niat yang kuat, dan disiplin yang merupakan buah dari latihan-latihan yang keras, Allah akan mengaruniakan kepada kita penghayatan dan kenikmatan shalat, dan berbagi manfaat yang dapat kita peroleh darinya.

Akhirnya, semoga rangkaian tulisan sederhana ini dapat - jika orang lain memang mendapatkan manfaat dari membacanya -- berguna juga buat diri saya, sekaligus menjadi wasilah bagi turunnya pertolongan Allah untuk menganugerahkan penghayatan, kenikmatan, dan manfaat-manfaat shalat kepada diri saya sendiri.

Taqabbal Ya Allah!
Setapak, KL, 15 Ramadhan 1247 H oleh Haidar Bagir